Rabu, 09 November 2016

Hubungan Teknologi Dengan Kemiskinan

TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN


1) pengertian Teknologi

Para sarjana telah banyak memberikan pengertian
tentang teknologi, di mana masing-masing berbeda dalam sudut pandangannya.
Menurut Walter Buckingham yang di maksud dengan teknologi adalah ilmu
pengetahuan yang diterapkan ke dalam seni industri serta oleh karenanya
mencakup alat-alat yang memungkinkan terlaksananya efisiensi tenaga kerja
menurut keragaman kemampuan.

Dari pengertian teknologi di atas dapat kecenderungan
bahwa teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian
bahwa perapan itu menuju keperbuatan atau perwujudan sesuatu. Kecenderungan ini
pun mempunyai suatu akibat di mana kalau teknologi dianggap sebagai penerapan
ilmu pengetahuan, dalam perwujud maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi
atau bagian ilmu pengetahuan dapat diteknologikan. Dengan demikian teknologi
tidak dapat ada tanpa berpasangan dengan ilmu pengetahuan, dan pengetahuan
tentang teknologi perlu disertai oleh pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang
menjadi pasangannya.

Macam-macam Teknologi

Ada tiga macam teknologi yang sering dikemukakan para
ahli, yaitu :

a.      Teknologi modern

Jenis teknologi modrn ini mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut  :

-         Padat modal

-         Mekanis elektris

-        Menggunakan bahan import

-        Berdasarkan penelitian mutakhir dan lain-lain

b.    Teknologi madya

Jenis teknologi madya ini mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut :

-        Padat karya

-        Dapat dikerjakan oleh ketrampilan setempat

-        Menggunakan alat setempat

-        Berdasarkan suatu penelitian

c.     Teknologi tradisional

-        Teknologi ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

-        Bersifat padat karya (banyak menyerap tenaga kerja )

-        Menggunakan keterampilan setempat

-        Menggunakan alat setempat

-        Menggunakan bahan setempat

-        Berdasarkan kebiasaan atau pengamatan.

2) pengertian kemiskinan

Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di
Negara-negara yang sedang berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya
suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh
dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah kemiskinan tersebut sebagai
upaya untuk mempercapat proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan.

Istilah kemiskinan sebenarnya bukan merupakan suatu
hal yang asing dalam kehidupan kita. Kemiskinan yang dimaksud di sini adalah
kemiskinan ditinjau dari segi material (ekonomi).

Menurut Prof. dr. emil Salim yang dimaksud dengan
kemiskinan adalah merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Atau dengan istilah lain kemiskinan itu merupakan
ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mengalami keresahan,
kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.

Factor-faktor timbulnya kemiskinan

Ada beberapa factor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan yaitu :

a.     Pendidikan yang terlampau rendah

Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan
dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan/keterampilan yang dimiliki
menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. Atas dasar
kenyataan di atas dia miskin karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya.

b.    Malas bekerja

Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup
memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian
seseorang. Adanya sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak
bergairah untuk bekerja. Atau bersikap pasif dalam hidupnya (sikap bersandar
pada nasib). Sikap malas ini cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang
lain, baik dari keluarga, saudara atau family yang dipandang mempunyai
kemampuan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.

c.     Keterbatasan sumber alam

Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila
sumber alam nya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering
dikatakan oleh para ahli, bahwa masyarakat itu miskin karena memang dasarnya
“alamiah miskin”.

Alamiah miskin yang dimaksud di sini adalah kekayaan
alamnya, misalnya tanahnya berbatu-batu, tidak menyimpan kekayaan mineral…dan
sebagainya. Dengan demikian layaklah kalau miskin sumber daya alam miskin juga
masyarakatnya.

d.    Terbatasnya lapangan kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi
kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal banyak orang mengatakan bahwa
seseorang/masyarakat harus mampu menciptakan lapangan kerja baru. Tetapi secara
factual hal tersebut kecil kemungkinannya, karena adanya keterbatasan kemampuan
seseorang baik yang berupa “skill” maupun modal.

e.     Keterbatasan modal

Keterbatasan
modal adalah sebuah kenyataan yang ada di Negara-negara yang sedang berkembang,
kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagian besar masyarakat di Negara
tersebut. Seorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi
alat ataupun  bahan dalam rangka
menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh
penghasilan. Keterbatasan  modal bagi
Negara-negara yang sedang berkembang dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran
yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan akan modal maupun dari segi
penawaran akan modal.

f.     Beban keluarga

Semakin banyak anggota keluarga akan semakin
banyak/meningkat pula tuntunan/beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha
peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka
memang berangkat dari kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan
pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetap melanda dirinya
dan bersifat laten.

Dalam kenyataannya, sistem perekonomian, sistem tata
nilai dan sikap manusia dalam mengelola kekayaan alam yang dikuasai sangat
berlainan. Di satu pihak orang ingin selalu (terus menerus) meningkatkan
kekayaan dan taraf hidupnya setinggi mungkin. Di pihak lain ada penduduk dunia
yang cukup santai dalam menggunakan kekayaan sumber-sumber daya tanpa memperdulikan
upaya-upaya pelestariannya.

Peperangan, konflik politik dan adanya pengungsian
penduduk yang masih dan terus berlangsung di dunia hingga saat ini menunjukan
adanya sikap tamak manusia dan sukarnya dicapai kesamaan pandangan dalam hal
memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Kalau secara teori dan teknis, dengan ilmu
dan teknologinya orang telah dapat meningkatkan daya dukung sumber-sumber dari
kehidupan umat manusia yang lebih baik, dalam kenyataan nya Negara-negara maju
yang kaya dengan penduduk yang lebih sedikit telah menguasai sebagian terbesar
sumber-sumber daya yang ada di bumi, baik lewat pengaruh kekuasaan politik
maupun lewat sistem ekonomi liberal yang menjadikan Negara-negara berkembang makin
bergantung dan makin tertinggal dalam perkembangan perekonomian dan taraf
hidupnya.

Kesenjangan yang ada antara Negara-negara industry
maju dengan Negara berkembang makin melebar. Maka muncullah akhir-akhir ini
upaya-upaya menyelaraskan perkembangan dengan dialog utara selatan, dan seruan
yang cukup vocal untuk mewujudkan tata perekonomian dunia baru.

Lepas dari upaya banyak bangsa untuk mewujudkan tata
kehidupan yang lebih berimbang, factor jumlah dan pengendalian penduduk serta
peningkatan pengetahuan merupakan hal-hal yang sangat esensial, agar kehidupan
penduduk Negara-negara berkembang dapat cepat meningkat secara layak.

Dalam sejarah perkembangan perekonomian dunia kemajuan
telah dicapai lewat perjuangan dan kerja keras. Pada saat ini banyak orang
berpendapat bahwa alih teknologi tidaklah begitu saja dapat diperoleh dan juga
tidak selalu menjadikan obat mujarab bagi upaya peningkatan perekonomian
Negara-negara berkembang.

Dengan munculnya korporasi-korporasi multi nasional,
teknologi sekarang merupakan juga komoditi atau barang dagangan, yang cenderung
terkena juga praktek monopoli. Kalau teknik dapat diartikan antara lain sebagai
lapangan pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada cara membuat atau
membentuk benda-benda materil, yaitu dengan menciptakan atau mewujudkan
benda-benda nyata berdasarkan usaha manusia, maka teknologi dapat diartikan
sebagai ilmuyang menyelidiki cara-cara kerja dalam teknik. Memang, teknologi sekarang
dapat dibeli. Tetapi dengan teknologi maju yang diimpor suatu masyarakat yang
sedang membangun belum tentu memperoleh manfaat yang sepadan; kalaupun tidak
lalu menjadi demikian tergantung pada penyedia/pemberi teknologi maju. Karena
itu banyak Negara berkembang yang ilmu dan teknologinya belum begitu maju ada
kalanya lebih memilih pengembangan teknologi madya terlebih dahulu, yaitu
teknologi yang tidak memerlukan dasar pengetahuan yang demikian canggihnya dan
umumnya dalam penggunaannya masih menyerap cukup banyak tenaga kerja. Di
samping mencoba membuat terobosan-terobosan melalui pengembangan teknologi maju
untuk mengajar ketertinggalannya, Indonesia juga menggalakkan pengembangan dan
penerapan teknologi tepat guna, yaitu bentuk teknologi yang lebih banyak
mendayagunakan bahan-bahan setempat dan bersifat member manfaat lansung kepada
sebagian besar masyarakat yang berpenghasilan kurang. Dengan menerapkan
teknologi maju yang hanya memerlukan sedikit tenaga (yang ahli) dampak negative
yang mungkin timbul adalah : (1) diberhentikan sebagian tenaga kerja, yang
berarti menambah jumlah pengangguran, (2) karena efisiensi kerja pemakayan
teknologi maju yang tinggi, usaha-usaha industry kecil yang masih memakai
teknologi yang lebih bersahaya tak mampu bersaing dan terancam bangkrut, (3)
bila teknologi maju diperoleh lewat membeli, tanpa disertai usaha menyiapkan
pengetahuan yang diperlukan untuk melayani dan mengembangkannya, akan cenderung
terjadi ketergantungan yang berkelanjutan kepada pihak pemberi/penyedia
teknologi maju tersebut.

Dalam kenyataan nya sekarang, banyak Negara berkembang
 menjadi demikian bergantung kepada
Negara-negara industry maju oleh sebab keinginan kuat segera menerapkan
teknologi maju seperti yang banyak terdapat di negeri industri, dan dengan
begitu saja menerapkan teori pengembangan sebagaimana yang telah berlaku atau
dipakai oleh Negara Eropa dan Amerika. Ketergantungan tidak saja terbatas pada
bidang ilmu dan teknologi (lewat bantuan saran-saran para konsultan dan program
pendidikan dan latihan yang dihadiahkan oleh Negara-negara industri maju),
tetapi juga dibidang perekonomian dan keuangan Negara yang bersangkutan. Ini
ternyata dari banyaknya Negara berkembang yang mengalami kesulitan dalam
pengembalian pinjaman (hutang) dari Negara industri sementara terus menemui
kesulitan dalam pembiayaan pembangunannya, yang berakibat adanya upaya untuk
menangguhkan atauu penjadwalan kembali pembayaran hutang Negara-negara
berkembang yang angka debt-serviceratio-nya (DRS =angka rasio nilai ekspor dan
jumlah hutang luar negeri yang harus di bayar setahun) sudah demikian tinggi.

Upaya peningkatan taraf kehidupan tida lepas dari
masalah kependudukan. Masalah penduduk menyangkut persoalan jumlah dan
persoalan mutu. Keberhasilan peningkatan taraf hudup tidaklah bergantung
semata-mata pada kemampuan fisik yang lebih baik. Kualitas non fisik penduduk
yang serupa sikap hemat, disiplin, kerja keras, semangat mengembangkan diri dan
sebagainya merupakan factor-faktor yang tidak kalah pentingnya bagi usaha meningkatkan
taraf hidup. Jepang mmerupakan satu contoh bangsa yang telah demikian berhasil
dengan cepat meningkatkan taraf hidup dan perekonomiannya (baik sejak masa
restorasi maupun dalam kebangkitannya kembali dari kehancuran oleh kalah
perang) dengan modal kualitas non fisik penduduknya.

Secara umum peningkatanperekonomian akan bergantung
pada tersedianya modal dan juga tingginya produktivitasusaha. Modal akan
terbentuk lewat investasi dari hasil tabungan. Orang akan lebih bisa menabung
kalau hidupnya hemat. Sedang produktivitas usaha akan berkaitan dengan
pengetahuan, efisiensi kerja dan factor-faktor lain yang berkaitan dengan
kualitas non fhisik penduduk.

d.    Teknologi dan kemiskinan

Salah satu penyebab kesengsaraan atau penderitaan
manusia adalah kemiskinan. Kemiskinan biasanya sejalan dengan kelaparan dan
wabah penyakit, yang sering kali terjadi di Negara-negara yang sedang
berkembang. Lapisan masyarakat banyak yang hidup dalam kemiskinan berusaha
mati-matian untuk dapat mencapai kehidupan yang menyenangkan. Tetapi kebanyakan
tetap tinggal terhambat pada garis kemiskinan dan bahkan di bawah kemiskinan.

Perlu diketahui salah satu unsure terpenting dalam
pertumbuhan ekonomi adalah kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi mengakibatkan dalam struktur
produksi maupun dalam komposisi tenaga kerja yang diperlukan dalam proses
produksi mengalami perubahan. Bagi tenaga kerja yang mempunyai ketrampilan
teknis yang tinggi, akan terbuka lebih banyak kesempatn-kesempatan kerja yang
baik. Tetapi tenaga kerja yang tida berketrampilan atau yang hanya mempunyai
ketrampilan rendah akan tergeser akan kadang-kadang kehilangan sama sekali
pekerjaan mereka.

Selama dua dasawarsa (1960 – 1980) yang baru lalu
beberapa Negara berkembang dari hasil pembangunan telah mengalami pertumbuhan
ekonomi yang pesat malahan lebih  pesat
dari yang pernah dialami oleh Negara-negara industry barat selama tahap-tahap
permulaan dari proses industrialisasi mereka, namun pertumbuhan ekonomi yang
pesat tersebut pada umumnya ternyata tidak terlalu berhasil dalam penyediaan
kesempatan kerja yang produktif bagi penduduk.

Bahkan di Negara-negara yang telah mengalami penurunan
dalam prosentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan penurunan relatip
sering di tiadakan oleh pertambahan penduduk yang pesat, sehingga hamper tidak
mengurangi jumlah absolute penduduk yang miskin. Salahsatu kasus yang dapat
disebut dalam hubungan tersebut adalah pulau jawa, yang selama masa 1967-1976
telah mengalami penurunan yang cukup besar dalam persentase penduduk yang hidup
dalam kemiskinan, namun gagal dalam mengurangi secara berarti jumlah absolute
penduduk yang miskin, karena pertumbuhan penduduk yang pesat.

Di samping tidak tercapainya pengurangan secara
berarti dari kemiskinan, penganguran serta setengah penganguran, maka
pertumbuhan ekonomi yang pesat di banyak Negara berkembang juga disertai oleh
ketimpangan yang semakin meningkat dalam pembagian pendapatan (ketimpangan
relatif) hal tersebut memang tidak mengherankan bagi ahli lain ekonomi.
Misalnya Kuznets mengemukakan bahwa dalam masa pertumbuhan ekonomi selalu ada
ketimpangan redistribusi pendapatan, dimana dalam pertumbuhan ekonomi yang
cepat, golongan berpenghasilan rendah selalu ketinggalan kemajuan, tidak mampu
mengikuti berpartisipasi. Karenanya mereka tidak mampu memanpaatkan proses
redistribusi pendapatannya.

Di Indonesia pola perkembangan pembangunan juga mengikuti
pendapatan yang dikemukakan Kuznets, artinya golongan miskin kurang terjamah
oleh hasil-hasil pertumbuhan ekonomi. Mengapa mereka tidak terangkat, padahal
pemerintah telah mengambil kebijaksanaan penyebaran proyek-proyek ke
daerah-daerah, desa-desa, misalnya adanya kredit bimas, KIK, KMKP, KCK, padat
karya dan sebagainya.

Bila diteliti golongan-golongan miskin yang tidak
terjamah oleh hasil-hasil pembangunan, karena :

a)    Ketimpangan dalam peningkatan pendidikan.

Selama belum ada kewajiban belajar golongan miskin
tida akan mampu berpartisipasi mengenyam peningkatan anggaran pendidikan.

b)    Ketidakmerataan kemampuan untuk berpartisipasi. Untuk berpartisipasi diperlukan tingkat
pendidikan, ketrampilan, relasi, dan sebagainya. Golongan miskin tidak
memilikinya.

c)    Ketidakmerataan pemilikan alat-alat produksi. Golongan miskin tidak memiliki alat-alat
produksi, penghasilannya untuk makan saja sudah susah, sehingga tidak mungkin membentuk
modal.

d)   Ketidakmerataan kesempatan terhadap modal dan kredit yang ada. Modal dan kredit pemberiannya
menghendaki syarat-syarat tertentu dan golongan miskin tidak mungkin memenuhi
persyaratanya.

e)    Ketidamerataan menduduki jabatan-jabatan. Untuk mendapat pekerjaan yang dapat memberi makan
pada keluarga saja sudah susah, apalagi menduduki jabatan-jabatan yang sering
memerlukan relasi tertentu dan persyaratan tertentu.

f)     Ketidamerataan mempengaruhi pasaran. Karena miskin dan pendidikannya rendah, maka tidak
mungkin golongan niskin dapat mempengaruhi pasaran.

g)    Ketidamerataan kemampuan menghindari musibah misalnya penyakit, kecelakaan, dan
ketidaberuntungan lainnya. Bagi golongan miskin dibutuhkan bantuan untuk dapat
mengatasi musibah tersebut. Mengharapkan dari mereka sendiri untuk dapat
mengangkat dirinya tanpa pertolongan, sukar dipastikan.

h)    Laju pertambahan penduduk lebih memberatkan golongan miskin. Dengan jumlah keluarga
besar, mereka sulit dapat menyekolahkan, member makan, dan pakayan secukupnya.
Hanya keluarga yang kaya atau berpenghasilan besar sajalah yang mampu.

Dapatlah dipastikan bahwa golongan berpenghasilan
rendah, karena kurang terjamah pendidikan, tidak memiliki sarana-sarana
misalnya kredit, modal, alat-alat produksi, relasi dan sebagainya, tidak akan
mampu berpartisifasi dalam pertumbuhan ekonomi dan menikmati pembagian
hasil-hasilnya tanpa adanya kebijaksanaan khusus yang ditujukan untuk
mengangkat mereka.

Penelitian yang diadakan di daerah perkotaan di jawa,
sundrum telah menemukan bahwa selama tahun 1970 sampai tahun 1976 ternyata
pembagian pendapatan memburuk, terutama di ibukota Jakarta. Dari hasil survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukan bahwa selama kurun waktu 1970
sampai 1976 persentase penduduk Indonesia yang miskin yaitu hidup di bawah
tingkat kemiskinan telah berkurang. Hal tersebut berlaku baik bagi Indonesia
sebagai keseluruhan, maupun jika diadakan perincian menurut daerah pedesaan dan
daerah perkotaan, baik di jawa maupun di luar jawa. Tingkat hidup absolute
semua golongan masyarakat telah meningkat, sehingga kemiskinan absolute di
Indonesia selama Repelita 1 dan tahun-tahun pertama Repelita 11 telah
berkurang. Perhitungan berbagai peneliti dapat disimpulkan bahwa persentase
penduduk Indonesia yang miskin telah menurun dari hamper 60% dalam tahun 1970
sampai kurang lebih 45% dalam tahun 1976.

Di lain pihak hasil-hasil SUSENAS telah
memperlihatkan, bahwa pembagian pendapatan selama kurun waktu yang sama telah
memburuk. Hal tersebut disebabkan karena laju kenaikan pendapatan golongan yang
berpendapatan tinggi telah meningkat jauh lebih pesat daripada penaikan
golongan yang berpendapatan rendah.

Di samping perkembangan tersebut, maka pembagian
pendapatan antara penduduk daerah perkotaan dan daerah pedesaan juga telah
memburuk. Hal tersebut disebabkan karena laju kenaikan pendapatan penduduk
perkotaan selama kurun waktu 1970 sampai 1976 rata-rata bertambah dua setengah
kali lebih cepat dari pada penduduk pedesaan.

Juka dirinci menurut daerah maka ketimpangan antara
pendapatan penduduk perkotaan dan pedesaan di jawa lebih besar daripada di luar
jawa.

Usaha mengatasi kemiskinan

Dari kegagalan kebijaksanaan konversional mengenai
pertumbuhan ekonomi di banyak Negara berkembang dalam mengurangi kemiskinan,
pengangguran dan disparitas ( ketimpangan) pendapatan secara berarti telah
memaksa baik para perencana ekonomi dan teknokrat maupun para peneliti ekonomi
untuk kembali mempelajari secara sungguh-sungguh kebijaksanaan tersebut, serta
mendorong mereka untuk mempelajari alternative-alternatif yang realities bagi
kebijaksanaan pertumbuhan ekonomi yan konvensional. Dalam hal ini; pendekatan
kebutuhan dasar dalam perencanaan pembangunan merupakan hasil yang logis dari
sesuatu proses reorientasi yang panjang dalam pemikiran tentang pembangunan.

Dari hasil-hasil penelitian kemudian pusat perhatian
para ahli lambat laun mulai bergeser dari tekanan pada penciptaan lapangan
kerja yang memadai ke penghapusan kemiskinan, dan akhirnya ke penyediaan
barang-barang dan jasa-jasa kebutuhandasar bagi seluruh penduduk, yang berupa
dua perangkat, yaitu :

a)    Perangkat kebutuhan konsumsi perorangan akan pangan, sandang dan pemukiman.

b)    Perangkat yang mencakup penyediaan jasa umum dasar, seperti fasilitas kesehatan,
pendidikan, saluran air minum, pengangkutan, dan kebudayaan.

Di samping kedua perangkat tersebut, kebutuhan dasar
atau kebutuhan dasar manusiawi kadang-kadang juga digunakan untuk mencakup tiga
sasaran lain, yaitu:

1)    Hak atas pekerjaan produktif dan yang memberikan imbalan yang layak, sehingga cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap rumah tangga atau perorangan.

2)    Prasarana yang mampu menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan dasar penduduk.

3)    Partisipasi seluruh penduduk, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan
proyek-proyek yang berhubungan dengan penyediaan barang-barang dan jasa-jasa
kebutuhan dasar.

Pengalaman dari Negara-negara Asia Timur,yaitu korea,
Taiwan, jepang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan disertai
pemerataan hasil-hasil pembangunan dapat tercapai karena di Negara-negara
tersebut program pembangunan pedesaan (rural development program) sangat
diutamakan.


Sumber :
http://www.wasiclub.id/2016/04/teknologi-dan-kemiskinan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar